Kamis, 25 Juni 2015

Seninku

Kala itu, hari senin..

CYAAAAARR...
Entah apa yang diperbuat adikku, batinku langsung merasa hampar, dan ternyata benar, satu barang lagi pecah, dan lagi-lagi benar..

Pagi itu sunyinya embun pecah oleh suara geram ibu..
"itu yang naruh di bawah siapa, itu salahnya ditaruh dibawah, itu ibu udah naruh di atas, masih aja dipindah di bawah, bla bla bla.."

Tak sanggup lagi ku dengar, sungguh, masih ada sederet kalimat yang dilontarkan berkali-kali, dengan nada tak lagi tinggi, namun melambung. syukurnya kini hanya suara, tidak lagi tangan atau-pun sapu yang melambung.
Mungkin batinnya, suaranya, hingga ubun-ubunya pun tak pernah memaafkanku, siapa yang memecahkan, siapa yang disalahkan, lengkap sudah aku menjadi sasaran hangat di pagi hari...

Bukan tangan, sapu, atau benda apa yang melambung pada ku, mungkin kini aku lebih merindukan semuanya, dibanding suara ibu yang terlampau tinggi terlampau sakit. Bagaimana bila tak sengaja terlontar


"anak durhaka qm"

Tak sanggup ku bayangkan, lagi-lagi aku memalukan, ingin rasanya ku ulang masa kecil, di mana aku tak tau jalan kembali ke rumah, mengapa tak lari saja aku, mengapa tak pergi saja aku. Seketika bayangan kecil yang berdiri di pojok, menangis sembari memegangi paha, bayangan kecil yang menangis di kamar mandi dengan suara yang hampir tak bisa keluar, bayangan yang berteriak meminta ampunan. mengapa dulu ku tak lari saja dari semua masalah, aku pun tersadar dan saatnya kembali pada realitas, menjemput mimpiku yang lain, dengan pipi, mata, dan jilbab yang masih sembab dan tak lagi basah, namun banjir...

bismillah, semoga yang ini lancar..


Kala itu, hari senin..
Sudah ku persiapkan segalanya, berharap tak ada lagi coretan di lembar putih yang ku bawa, berharap itu adalah pertemuan terakhir. Harap dan berdoa, tak lupa ayat kursi dan  doa diberi kemudaahan.
Nyatanya, aku justru banjir hujatan dan lagi-lagi makian...
Mencoba menahan butiran-butiran di ujung mata agar tak jatuh di depanya, berusaha tersenyum dan menundukkan kepala tanda paham.

Saat semua kesalnya tertumpahkan, pergiku pun menjauh, mengucap salam, menutup pintu, dan aku pun sibuk dengan butiran di ujung mata yang tumpah membanjiri pipi, bibir, jilbab, dan kertas-kertas putih itu,

Seninku, 22 Juni 2015.


foolish~  

Jumat, 19 Juni 2015

Sepotong Hati yang Lain

Mengapa masih saja terfokus pada sepotong hati yang telah hancur dan berkeping?

Tulisan ini guna mengisi jeda saat skripsi yang tak kunjung usai, masih selalu berdoa dan memohon kekuatan agar dapat terus berjuang, tanpa mengeluh, apalagi menggantungkan diri pada seikat tali.

Dia yang pernah ada, dahulu kala..
Dan kini dia yang telah memiliki kekasih, yang ia bimbing tanpa lelah, sepertinya dia telah menemukan bunganya. Jaga dan cintai dia, perjuangkan dia yang telah membuatmu tertegun takjub. Jaga dan lindungi dia, tak hanya kata, namun perbuatan. Dia wanita yang beruntung, memilikimu yang dulu pernah ku pinta agar ku bersamanya, namun ia memilihmu di antara diriku dan jutaan wanita lainnya.

Untukmu yang pernah ku tangisi dalam sujud, agar kau kembali menemukan jalanmu, agar kau kembali menemukan sosok cahayamu, agar kau tak lagi lalai dalam duniamu, dan kembali dalam pelukan agamamu. Kini kau tersenyum, impian dan langkahmu terwujud sempurna, langkahmu bagai diatas angin, mudah dan sangat ringan, kau bahagia? aku lebih bahagia melihatmu menemukan jalanmu kembali, meski bukan aku yang berada di sampingmu. Doa ku tetap bersamamu.

Saat mendengar kau yang bimbang antara diriku dan wanita yang lain, aku hanya tersenyum..

"jika benar dia menyayangiku, mengapa dia membiarkan hatinya membuat ruang untuk wanita lain, bila benar dia menyayangiku, mengapa dia membiarkan pikirannya memikirkan sosok wanita lain.."

Aku tak bergeming, aku sudah pernah kau hancurkan sebelumnya, saat aku mencoba bangkit dan menemukan sosok "indahku" kau melontarkan 

"dia gak cantik, jelek gitu ahh, alay lagi.." 

Ribuan air mata jatuh dan aku tak sanggup menahannya, biarkan mereka membasahi pipi dan baju, nanti juga kering, nanti juga kembali bagus, nyatanya tidak. Pipiku basah, berlipat-lipat, bajuku basah, tak kunjung kering, dan separuh hatiku hancur, hingga kini tak kembali sempurna..

Untukmu yang kini menghilang, mencoba mendorongku menjauh, karena ku tak lagi tahu bagaimana dirimu, kau pasti tidak mau tahu lagi, dan pasti merasa jijik dengan sosokku, tapi yang perlu kau tahu..

 "cinta dan sayang itu sebuah perjuangan, namun ia merupakan realita yang harus dijalani. bila kau merasa dijatuhkan oleh cintamu, jangan lah membenci, dan jangan lagi kau perjuangkan, karena cinta adalah harga diri dan juga kehormatan.."

Aku tak lagi mencari sosokmu, karena sosokmu hanya satu di dunia, biarlah sosokmu bersama dengan sepotong hatiku yang hancur, dan tak lagi utuh untukmu, dan biarkan..


Sepotong hatiku yang lain, bersama dan berjuang untuk sosok "lelaki" ku kelak, yang berjuang untukku, untuk calon pahlawan-pahlawanku, yang akan datang..



PS. be brave and be honest with your feeling, me <3

Senin, 01 Juni 2015

Talk to the wall










and that was me, your daughter..
blame me for every single thing that happened to me, and my lovely siblings,..
mom, i love you