Selasa, 19 Januari 2016

Belum Seutuhnya Rapuh.

Manusia tidak dapat menuai cinta sampai dia merasakan perpisahan yang menyedihkan, dan dia mampu membuka fikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat dikatakan kayu kepada api yang menjadikannya abu,
aku ingin mencintaimu dengan sederhana,seperti isyarat yang dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikanya tiada.


Adalah cinta ketika kamu menitikkan air mata dan masih peduli terhadapnya.
Adalah cinta ketika dia tak lagi memperdulikanmu dan kamu masih menunggu dengan setia.
Adalah cinta ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu masih bisa tersenyum, sembari berkata "aku terut berbahagia"

Ketika cinta itu mati, ingatlah bahwa engkau tidak perlu mati bersamanya.

Jumat, 15 Januari 2016

As always (2)

Kadang ribuan paragraph bisa keluar dari diriku, dan tak jarang pula setitik tanda pun tidak terucap, entah enggan atau sudah terlalu lelah dengan hardikan dan dikte-an mereka. Jelas, sangat jelas tidak bolehnya, namun apalagi yang bisa kulakukan selain diam? Aku pernah mencoba mengeluarkan suara, sepatah dua patah kalimat, dan hasilnya kicauan surga itu lebih panjang dan lebih menyakitkan, entah mereka sadar atau tidak, “permata” mereka pecah. Sekarang dan untuk selamanya, diamlah fi.

Terkadang, puluhan kalimat manis mengenai diriku terlontar, tapi tak jarang pula ratusan cela dan ketidak puasan mereka ucapkan, tak jarang aku dibandingkan dengan manusia-manusia nan jauh di sana, manusia-manusia yang memang dari didikan saja beda dengan diriku, manusia yang jernih batin dan hatinya, dibandingkan dengan kehidupan terdahulu mereka, bagaimana seharusnya diriku sekarang. Enth, apakah itu langkah terbaik mereka dalam bembentuk bibit unggul, aku justru merasa sebaliknya, terlempar entah ke perut bumi bagian mana.

Entah hanya aku yang merasakan, atau banyak dari oarng lain yang mengalami. Melamun, bertanya pada hati, berbisik perlahan, “Apakah aku cukup membuat mereka bangga, atau sebaliknya?” dan jawaban yang terbesit dalam diri pun masih sama, sedari dulu kala aku mengenal “berkeluh-kesah dengan batin” jawabnnya masih tertulis jelas, namun dengan ukurang yang lebih besar di dalam hati, “Masih mengecewakan”



Kamis, 14 Januari 2016

Always (1)

As Always..
Siapaun di sana pernah merasakan sesak, kesal, dan beribu rasa tertahan yang tak bisa terlontar, mengapa? Karena hanya itulah yang bisa dilakukan, diam dan mendengarkan kicauan surga. 
Entah hanya aku yang merasakan atau banyak juga yang mengalami hal serupa, banyak tuntutan yang ditanamkan padaku, namun itu bukan diriku, banyak  perintah yang harus dilakukan namun itu bukan arahku, banyak didikan yang dipupukkan, namun itu bukan jiwaku. Bagaimana langkah yang harus diambil? Entah, aku hanya diam, mengikuti dan tak tahu bagaimana nanti, seperti benang yang disulam, mengikuti alur tangan yang menggerakkan, mungkin aku tak terlalu kuat untuk memutuskan tali benang, atau sekedar melewati lubang jarum.

Entah hanya aku yang merasakan atau banyak dari mereka yang mengalami bahwa setiap kepala memiliki beban yang ingin sekali ia lemparkan pada jurang, agar lebih ringan, bahkan hilang. Beban menjadi wanita yang harus menjadi penjaga dirinya sendiri, bahkan menjaga kaki ayahnya dari neraka, Beban menjadi anak pertama yang sangat dituntut untuk sempurna dan dewasa, menjadi panutan tanpa cacat, sering dibandingkan dan dibedakan, sering dicaci dan entah menjadi kebanggaan atau tidak. Beban menjadi anak yang sudah tak lagi muda, dituntut memiliki jalan sendiri, namun entah banyak sekali rantai yang masih diikat padaku, bagaimana bisa aku berjalan, kaki saja masih dibelenggu, sama seperti tadi, seperti benang yang mengikuti tangan sedang menyulam….


Sudah, banyak sekali yang ingin ku lemparkan pada jurang, bahkan lautan, …… 

Sabtu, 02 Januari 2016

Siti Nurbaya

Masih sama, namun kini lebih sering pertanyaan itu muncul dalam benak maupun hanya sekedar angin lewat.
"Bahagiakah?"

Jawabanya ternyata tidak semudah yang bibir katakan waktu lalu, yang hanya mengatakan :
"Pasti, dia sudah paham betul."

Dan setelah lembaran hari berlalu, dan banyak keputusan yang harus dibuat sendiri, itu lebih berat, Dia belum mengenalku betul, mereka belum mengenalku betul, berkoar-koar bahwa mereka mengenalku, memahami bagaimana diriku, bahagaimana aku. Tidak, belum, hingga hari dimana suguhan-suguhan itu datang, seperti anak kecil yang dipaksa memakan makanan yang sangat tidak disukai, seperti seorang lelaki yang harus berpakaian wanita dan keluar rumah, seperti wanita pecinta flat shoes yang dipaksa memakai heels 15cm selamanya.

dan kini jawabanya berubah, kini lebih mendalam, tidak hanya jawaban angin lalu..
"Ternyata tidak bahagia..."


Semoga mereka benar-benar paham, bagaimana kita.